Menurut David Wheeler, secara umum program yang dinamakan free  software (perangkat lunak bebas)
atau open source software (perangkat  lunak sumber terbuka) adalah program yang lisensinya memberi kebebasan  kepada pengguna menjalankan program untuk apa saja, mempelajari dan  memodifikasi program, dan mendistribusikan penggandaan program asli atau  yang sudah dimodifikasi tanpa harus membayar royalti kepada pengembang  sebelumnya. (Sumber: http://www.dwheeler.com/off_fs_why.html). Free/Open  Source Software (FOSS) atau perangkat lunak bebas dan open source  (PLBOS) telah menjadi sebuah fenomena internasional. Dalam beberapa  tahun terakhir, FOSS mengalami perubahan besar dari sebuah kata yang  relatif tidak dikenal menjadi sebuah kata popular terbaru. Namun,  istilah FOSS tetap belum mudah dipahami mengingat FOSS merupakan konsep  baru, misalnya apa saja pengertian FOSS dan apa saja cabang atau  jenis-jenisnya. Bab-bab selanjutnya berikut ini memberikan penjelasan  yang baik tentang fenomena FOSS, filosofinya, perbedaannya dengan  program yang  bukan FOSS, dan metoda pengembangannya.II. FILOSOFI FOSS
Ada dua filosofi pokok pada kata FOSS, yaitu filosofi dari FSF (Free  Software Foundation) atau Yayasan perangkat  Lunak Bebas, dan filosofi  dari OSI (Open Source Initiative) atau Inisiatif Sumber Terbuka. Kita  mulai pembahasan dengan filosofi FSF, sesuai dengan urutan sejarah dan  karena posisi FSF sebagai pionir dalam gerakan FOSS ini.  Tokoh utama  gerakan FSF adalah Richard M. Stallman, sedangkan tokoh gerakan OSI  adalah Eric S. Raymond  dan Bruce Perens.
Menurut FSF, perangkat lunak bebas mengacu pada kebebasan para  penggunanya untuk menjalankan,  menggandakan,  menyebarluaskan/menditribusikan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan  kinerja  perangkat lunak. Tepatnya, mengacu pada empat jenis kebebasan  bagi para pengguna perangkat lunak, yaitu:
Kebebasan untuk menjalankan programnya untuk tujuan apa saja (kebebasan 0).
Kebebasan untuk mempelajari bagaimana program itu bekerja serta dapat  disesuaikan dengan kebutuhan anda (kebebasan 1). Akses pada kode program  merupakan suatu prasyarat.
Kebebasan untuk menyebarluaskan kembali hasil salinan perangkat lunak  tersebut sehingga dapat membantu sesama anda (kebebasan 2).
Kebebasan untuk meningkatkan kinerja program, dan dapat menyebarkannya  ke khalayak umum sehingga semua menikmati keuntungannya (kebebasan 3).  Akses pada kode program merupakan suatu prasyarat juga.
Filosofi OSI agak berbeda. Ide dasar open source sangat sederhana. Jika  para pemrogram dapat mempelajari, mendistribusikan ulang, dan mengubah  kode sumber sebagian perangkat lunak, maka perangkat lunak itu  berkembang. Masyarakat mengembangkannya, mengaplikasikannya, dan  memperbaiki kelemahannya.
OSI difokuskan pada nilai-nilai teknis dalam pembuatan perangkat lunak  yang berdaya guna dan dapat dihandalkan, dan pendekatan istilah OSI ini  lebih sesuai kebutuhan bisnis daripada filosofi FSF. OSI tidak terlalu  fokus pada isu moral seperti yang ditegaskan FSF, dan lebih fokus pada  manfaat praktis dari metoda
pengembangan terdistribusi dari FOSS. Meskipun filosofi dasar kedua  gerakan ini berbeda, FSF dan OSI berbagi area yang sama dan bekerja sama  dalam hal-hal praktis, seperti pengembangan perangkat lunak, usaha  melawan perangkat lunak proprietary, paten perangkat lunak, dan  sejenisnya. Richard Stallman mengatakan bahwa gerakan perangkat lunak  bebas dan gerakan open source merupakan dua “partai politik” dalam  komunitas yang sama.
III. METODA PENGEMBANGAN FOSS
Model pengembangan FOSS adalah unik, dan menjadi sukses karena muncul  bersamaan dengan berkembangnya internet dan efeknya yang luar biasa di  bidang komunikasi. Analogi Katedral dan Bazar digunakan untuk   membedakan model pengembangan FOSS (Bazar) dengan metode pengembangan  perangkat lunak tradisional (Katedral).
Pengembangan perangkat lunak tradisional diibaratkan dengan cara  katedral dibangun pada masa lalu. Kelompok kecil tukang batu secara  hati-hati merencanakan sebuah desain dalam tempat yang terisolasi, dan   segala sesuatunya dibuat dalam sebuah usaha tunggal. Sekali katedral  berhasil dibangun, maka dianggap  selesai, dan hanya sedikit dilakukan  perubahan lanjutan. Perangkat lunak secara tradisional dibuat dengan  gaya yang serupa itu. Sekelompok pemrogram bekerja dalam suatu isolasi  (misalnya di sebuah perusahaan), dengan perencanaan dan manajemen yang  hati-hati, hingga bekerjaanya selesai dan program dirilis ke publik.  Sekali dirilis, program dianggap selesai, dan selanjutnya hanya ada  pekerjaan terbatas untuk program itu.
Sebaliknya, pengembangan FOSS lebih mirip dengan sebuah bazar, yang  tumbuh secara organis. Dalam sebuah  bazar, pedagang awal datang,  membangun struktur, dan memulai bisnis. Pedagang-pedagang berikutnya  datang dan membangun strukturnya masing-masing. Perkembangan bazar  nampak menjadi gaya yang tidak teratur. Pada dasarnya para pedagang  diarahkan untuk membangun struktur minimal yang dapat berfungsi sehingga  mereka bisa memulai berjualan. Tambahan dibuat sesuai kebutuhan dan  keadaaan selanjutnya. Dengan model serupa, pengembangan FOSS dimulai  dari yang tidak terstruktur. Pengembang merilis kode programnya ke  publik meskipun baru berfungsi secara minimal, dan kemudian mengubah  programnya sesuai umpan balik yang diberikan publik. Pengembang lain  bisa ikut mengembangkan program itu berdasar kode-kode yang telah ada.  Pada periode waktu tertentu, keseluruhan sistem operasi dan aplikasi  menjadi tumbuh dan berkembang secara terus menerus.
Metoda pengembangan “bazar” telah dijadikan pilihan untuk mendapatkan beberapa kelebihan berikut ini:
Mengurangi duplikasi kerja: Dengan merilis program lebih cepat, dan  memberikan izin kepada pengguna untuk megubah dan meredistribusi kode  sumber, pengembang FOSS memanfaatkan kembali karya yang dihasilkan oleh  compatriots. Skala ekonomi dapat menjadi sangat besar. Daripada 5  pengembang software pada sepuluh perusahaan mengembangkan aplikasi  jaringan yang sama, ada potensi 50 pengembang melakukan secara bersamaan  membentuk kerja sama kombinasi. Mengurangi duplikasi kerja akan membuat  skala pengembangan FOSS menjadi besar, karena ribuan pengembang di  seluruh dunia dapat bekerja sama.
Membangun di atas karya lain: Dengan ketersediaan kode sumber untuk  membangun program, waktu pengembangan menjadi pendek. Banyak projek FOSS  berbasis program yang dihasilkan projek lain untuk menambah  fungsionalitas yang diperlukan. Sebagai contoh, projek server web Apache  lebih memilih memanfaatkan projek OpenSSL daripada menulis sendiri kode  kriptografi, sehingga mengehmat jutaan jam untuk pembuatan program dan  pengujiannya. Bahkan jika kode sumber tidak dapat secara langsung  digabungkan, ketersediaan kode sumber memudahkan pengembang untuk  belajar bagaimana projek lain memecahkan masalah yang sama.
Kendali mutu yang lebih baik: Semakin banyak orang menggunakan dan  mengevaluasi kode sumber, maka kesalahan yang ada akan mudah ditemukan  dan diperbaiki secara cepat. Aplikasi proprietary bisa saja menerima  laporan kesalahan, tetapi karena pengguna tidak dapat akses ke kode  sumber, maka pengguna hanya bisa sebatas melaporkan. Pengembang FOSS  sering menemukan bahwa pengguna yang memiliki akses ke kode sumber tidak  hanya bisa melaporkan kesalahan, namun juga menjelaskan lebih tajam apa  penyebabnya, dan dalam beberapa kasus pengguna dapat mengirimkan kode  perbaikannya. Ini sangat mengurangi waktu pengembangan dan kontrol  terhadap kualitas.
Mengurangi biaya perawatan: Biaya perawatan software sering sama atau  lebih besar dari biaya pengembangan awal. Jika sebuah perusahaan merawat  software sendirian, maka pekerjaan itu menjadi sangat mahal. Dengan  menggunakan model pengembangan FOSS, biaya perawatan dapat dibagi di  antara ribuan pengguna potensial, sehingga mengurangi biaya perawatan  per orang atau organisasi. Demikian pula peningkatan kemampuan software  dapat dilakukan oleh banyak organisasi atau individu, yang hasilnya akan  lebih efisien dalam menggunakan sumber daya.
IV. SEJARAH FOSS
Gerakan FOSS dimulai dalam budaya “hacker” yang terjadi pada beberapa  laboratorium ilmu komputer (Stanford, Berkeley, Carnegie Melion, dan  MIT) di ahun 1960an dan 1970an. Komunitas pemrogram adalah kecil dan  saling terkait secara dekat. Kode program disebarluaskan di antara  anggota komunitas. Jika Anda membuat perbaikan, Anda diharapkan untuk  mengirim kode Anda ke komunitas pengembang.
4.1. Sejarah Singkat Gerakan FOSS
Gerakan FOSS boleh dikatakan dimulai sejak awal mula industri komputer,  meskipun tidak dinyatakan secara formal atau dengan konsep yang jelas.  Hanya saja pada akhir 1970an dan awal 1980an
terjadi konflik antara konsep saling berbagi perangkat lunak dengan  konsep perangkat lunak berpemilik (proprietary). Acuan awal konflik ini  dibuat oleh William H. Gates III (Bill Gates), dalam pernyataannya yang  terkenal “An Open Letter to Hobbyists” (Surat Terbuka kepada para  Hobby). Dalam surat tertanggal 3 Februari 1976 itu ia mencemooh budaya  berbagi perangkat lunak yang telah umum berlaku: Mengapa ini? Hobbyists  harus hati-hati, sebagian besar Anda mencuri perangkat lunak Anda.  Perangkat keras harus dibeli, tetapi perangkat lunak menjadi sesuatu  untuk dibagi. Siapa yang mau peduli jika orang yang bekerja untuk itu  mengambil bayaran? Perangkat lunak proprietary ingin mengambil  kesempatan pada tahun-tahun berikutnya. Di laboratorium kecerdasan  buatan (Artificial Intelligence) MIT pada awal 1980an, sebuah perusahaan  bernama Symbolics didirikan, lalu mengambil kode-kode yang tersedia  secara bebas (bahasa pemrograman LISP) dan menjadikannya proprietary  (tidak tersedia bebas alias berpemilik). Dalam prosesnya, ini berarti  menghapus budaya berbagi perangkat lunak di laboratorium MIT saat itu.  Namun, perusakan ini akhirnya akan menghasilkan
kreasi FSF dan budaya FOSS saat ini. Richard Stallman, salah satu  anggota laboratorium MIT saat itu, terkejut atas lanjutan persitiwa  tersebut. Ini kemudian membentuk pandangannya terhadapat perangkat lunak  proprietary, dan membangkitakan keinginannya untuk membuat sistem  operasi yang free (bebas). Projek GNU (GNU is Not UNIX) berdiri pada  Januari 1984. Dalam dekade berikutnya projek GNU menghasilkan berbagai  program atau tool penting merupakan bagian dari sistem operasi. Yayasan  perangkat lunak bebas (FSF) didirikan setahun kemudian untuk  mempromosikan perangkat lunak dan projek GNU. Namun, hingga 1991 projek  GNU belum menghasilkan sistem operasi lengkap karena masih ada  kekurangan pada bagian kritis, yaitu kernel. Kernel merupakan inti atau  jantung dari sistem operasi. Linus Torvalds yang saat itu mahasiswa  tahun kedua Universitas Helsinki membuat dan mendistribusikan kernel  seperti UNIX. Sejalan dengan tujuan pengembangan FOSS, kernel yang
kemudian diberi nama Linux itu tersebar secara luas, dikembangkan, dan  diaplikasikan menjadi inti dari sistem operasi GNU/Linux. Ada beberapa  projek FOSS yang sedang berjalan dalam waktu bersamaan, antara lain  server DNS BIND, bahasa pemrograman Perl, dan sistem operasi BSD.  Sebagian besar projek itu kemudian bergabung atau saling menguatkan.  Sistem operasi GNU/Linux terus tumbuh secara cepat dengan makin lengkap  fitur dan kemampuannya. Pada 1997, Linux meledak menjadi berita media,  sesuai dengan perkiraan IDC (International Data Corporartion) bahwa  Linux telah menguasai 25% sistem operasi server dan memiliki pertumbuhan  25% per
tahun.
Pada 1998, sebagai tanggapan terhadap Netscape yang merilis kode  sumber program Netscape Navigator sebagai FOSS, sekelompok pengembang  FOSS bergerak bersama dan label “Open Source” digulirkan. Gerakan ini  lalu
membentuk OSI (Open Source Initiative) dan OSD (Open Source Definition).  Tujuan utama gerakan ini untuk mengajak dunia bisnis memberi penekanan  kepada proses pengembangan FOSS, dan mengalihkan perhatian dari gerakan  perangkat lunak bebas (Free Software) yang kontroversial saat itu.
Pada 1999, perusahaan distributor GNU/Linux Red Hat berhasil go  public atau IPO (Initial Public Offering) dengan meraup dana dari pasar  saham senilai US$ 4,8 milyar (sekitar Rp 43 trilyun jika 1US$ = Rp  9.000,). Sukses lain IPO perusahaan FOSS saat itu adalah VA Linux (US$ 7  milyar atau Rp 63 trilyun), Cobalt Networks (US$ 3,1 milyar  atau Rp 28  trilyun), dan Andover.net (US$ 712 juta atau Rp 6,4 trilyun). Sebagai  anak baru dari FOSS, kesuksesan GNU/Linux menunjukkan bahwa era FOSS  telah benar-benar tiba.
V. MENGAPA FOSS?
Perangkat lunak open source telah disebut dengan beberapa istilah  baik dan buruk, antara lain: gerakan, mode, virus, konspirasi komunis,  hati dan jiwa dari internet. Tetapi ada satu poin yang sering dilupakan  orang bahwa perangkat lunak open source juga merupakan kendaraan yang  sangat efektif untuk mentransfer kekayaan dari dunia industri ke  negaranegara berkembang. Itu diungkapkan Andrew Leonard dalam tulisannya  “An Alternative Voice: How the TechPoor Can Still Be Software Rich”  (bagaimana yang miskin teknologi dapat tetap menjadi kaya
perangkat lunak).
Apakah FOSS selalu Free?
Mitos terkenal di seputar FOSS adalah selalu gratis, yang artinya tidak  ada biaya sama sekali. Ini benar hanya untuk tingkatan tertentu,  misalnya tidak perlu biaya izin untuk mendownload atau menggandakan,  misalnya iso CD IGOS Nusantara atau Fedora. Mitos itu tidak benar untuk  aplikasi FOSS yang membutuhkan biaya
dalam pengemasan, instalasi, support, pelatihan, dan lain-lain. Banyak  distro Linux seperti Red Hat, SUSE, Mandriva, Debian, Ubuntu, dan  lain-lain dapat diperoleh tanpa biaya lisensi untuk mendownloadnya
melalui internet. Dalam hal ada biaya lisensi, hampir semua biaya lisensi aplikasi FOSS lebih murah
dibandingkan lisensi perangkat lunak proprietary. Namun, biaya  penggunaan FOSS tidak hanya biaya pemaketan atau infrastruktur. Ada juga  biaya personal, biaya perangkat keras, biaya yang hilang (opportunity  costs) misalnya karena peralihan, dan biaya pelatihan. Dengan menghitung  biaya total kepemilikan atau TCO (Total Costs of Ownership), akan  tergambar penghematan yang diperoleh jika menggunakan FOSS.
Download artikel lengkapnya  disini 
sumber : wdwisuryanto.staff.ipb 


 
0 komentar